Sulit Masuk TPST Piyungan, Armada Sampah Protes

Sulit Masuk TPST Piyungan, Armada Sampah Protes

KORANBERNAS.ID,BANTUL --Armada sampah non plat  merah yang tergabung dalam paguyuban ‘Eker-eker Golek Menir’ merasa kecewa Jumat (7/02/2020) ini. Sebab sejak pagi, armada mereka merasa kesulitan masuk ke dalam Tempat Pembuangan Sampah Terakhir (TPST) Piyungan yang terletak di Dusun Bnayakan, Desa Sitimulyo, Pitungan Bantul karena tidan  tersedianya dermaga pembuangan.

Sejak dibuka pukul 06.00 WIB hingga tutup pukul 17.00 WIB, armada sampah terpaksa harus mengantri berjam-jam untuk bisa melakukan pembuangan ke tempat tersebut

”Kondisi seperti ini sudah  kami rasakan sejak seminggu  terakhir.  Padahal biasanya kita lancar masuk TPST, paling lama 30 menit kendaraan juga keluar masuk tidak ada antrian panjang seperti sekarang. Ini sebenarnya ada apa? Kok sampai dermaga pembuangan tidak tersedia ,” kata  Ketua Paguyuban ‘Eker-Eker Golek menir’ Sodik Murwanto kepada koranbernas.id, Jumat (7/02/2020) sore.

Dirinya menduga, lambatnya pembuatan dermaga sampah karena alat berat yang dioperasikan oleh operator  tinggal 2 unit. Padahal sebelumnya alat berat  di TPST yang menjadi lokasi pembuangan sampah Kota Jogja, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul itu banyak.

“Minimal kalau  alat berat yang beropersi ada 4 saja,  terbagi 2 di sisi atas dan 2 di sisi bawah maka arus sampah akan lancar. Karena begitu armada membuang sampah, akan segera didorong ke tengah TPST, sehingga selalu tersedia dermaga untuk membuang armada berikutnnya,” katanya.

Namun karena yang beroperasi cuma 2 unit alat berat, maka terjadi keterlambatan karena  sampah yang dibuang tidak segera terdorong ke tengah  TPST. Dampaknya, armada harus mengantri lama untuk bisa mendapat ruang pembuangan.

 “Maka menurut  kami solusinya  adalah penambahan alat berat. Karena jika  alat berat yang ada dioperasikan melebihi batas, maka akan rusak  dan kita bisa semakin kacau,”katanya. 

Pihaknya berharap agar pengelola memperhatikan hal tersebut mengingat mereka juga tertib melakukan pembayaran restribusi. Dalam aturan yang ada untuk setiap 1 ton sampah setelah dilakukan penimbangan dikenakan biaya restribusi Rp 24.400.

“Jadi karena kami sudah membayar, mohon berikan kami pelayanan yang baik,  juga  ketersediaan dermaga sehingga pekerjaan juga bisa lancar,”kata Sodik. 

Sebab jika kondisi ini dibiarkan tanpa ada penanganan,  dirinya memprediksi seminggu ke depan TPS  sudah penuh sampah hingga pinggiran. Jika ditambah hujan turun maka akan menganggu lalu lintas armada, selain tentunya masyarakat sekitar dengan bau yang  ditimbulkan.

Seorang pengemudi armada sampah, Darin Triyanto mengatakan jika hari-hari biasa mereka tidak perlu antri lama.  Namun hari ini dia mengambil sampah dari pelanggan, sudah masuk depan TPST  sejak pukul 10.30 WIB, ternyata baru bisa melakukan pembuangan pukul 15.00 WIB.

“Coba berapa jam itu saya antri. Selain bau, kondisi di lokasi juga tidak nyaman karena lalat sangat banyak. Maka saya berharap kondisi ini segera tertangani, diantaranya penambahan alat berat untuk bisa mendorong sampah-sampah yang dibuang armada ke tengah TPST sehingga pembuangan  lancar kembali,” katanya. (yve)