Sulitnya Membudayakan Protokol Cuci Tangan

Sulitnya Membudayakan Protokol Cuci Tangan

KORANBERNAS.ID, KEBUMEN -- Sebuah baliho berukuran 1 meter x 4 meter yang berisi imbauan protokol kesehatan dan ajakan cuci tangan masih terpampang di Pasar Tumenggungan Kebumen. Baliho yang terpasang lebih dari dua bulan tersebut merupakan bentuk kegiatan sosialisasi pencegahan Corona Virus Disease (Covid-19) yang dilakukan Polres Kebumen.

Namun wastafel, bak cuci tangan, yang terpasang di pasar tradisional itu belum difungsikan secara optimal. Diperkirakan baru sekitar 30 persen pengunjung pasar terbesar di Kota Kebumen ini yang memanfaatkan sarana cuci tangan untuk pencegahan penularan virus Corona di dalam pasar.

“Awal ada Corona yang menggunakan banyak, sekarang paling hanya 30 persennya,” kata Muhlasin, pedagang pasar yang lapaknya hanya beberapa meter dari wastafel.

Kesaksian berbeda diungkapkan Purwanto, pemilik sebuah lapak yang juga tidak jauh dari wastafel. Pengguna sarana cuci tangan itu menurutnya lebih banyak.

Pengelola Pasar Tumenggungan, menyediakan sarana cuci tangan wastafel, ketika awal ada kasus Covid-19 di Kebumen. Meski di atas wastafel dipasang tulisan “Wisuh Dhisit” (cuci tangan dulu-red), sepertinya jarang dibaca atau jarang dijalankan pengunjung pasar sehingga baru sebagian kecil pengunjung dan pedagang yang memanfaatkannya.

“Pada setiap pintu masuk los ada wastafel, jadi jumlahnya delapan unit,” kata Suprapto, seorang pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kebumen yang bertugas di Pasar Tumenggungan ketika diwawancarai koranbernas.id, Rabu (22/7/2020). 

Setiap wastafel disediakan sabun dan Suprapto menjelaskan setiap hari dicek masih ada atau tidak. Namun kerap sabun tak terlihat di sarana cuci tangan.

Dari pantauan koranbernas.id yang mengamati empat lokasi sarana cuci tangan, ternyata tidak didapati sabun. Air masih mengalir walaupun sabun, tisu atau serbet yang tidak tersedia.

Pemanfaatan sarana cuci tangan juga jarang dimanfaatkan pengunjung pasar lain. Pengamatan di beberapa lokasi cuci tangan, juga menunjukkan sarana cuci tangan tidak dimanfaatkan pengunjung. Mereka masuk ke pasar dan hanya selintas melewati bak pencuci tangan, tanpa keharus melakukan cuci tangan di tempat yang disediakan.

Kondisi serupa terlihat di tempat  sarana cuci tangan, air ditampung dalam bak penampung (torn) yang disiapkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kebumen. Pemanfaatannya juga kurang optimal seperti di Pasar Koplak, Kebumen. Pasar yang lebih kecil dibanding Pasar Tumenggungan itu terpasang dua buah torn dengan kapasitas 1.000 liter air bersih.

Di wastafel sabun terlihat tersedia di samping keran torn. “Ada 40 torn untuk cuci tangan ditempatkan di tempat  umum,” kata Kepala Seksi Logistik BPBD Kebumen Totok Ari kepada koranbernas.id.

Petugas secara berkala memantau torn itu. Petugas mengecek air dan sabun sehingga air dan sabun selalu tersedia.

“Jarang yang memanfaatkan,” kata Bahrul Ilmu warga yang berdomisili berada tidak jauh dari sarana cuci tangan di Pasar Koplak Kebumen.

Cara untuk mengetahui sarana cuci tangan itu sering digunakan atau tidak, selain mengamati lalu lalang pengunjung yang melewati torn, juga mengamati bagian bawah kran. Bagian bawah kran sering kering berarti sarana cuci tangan jarang dimanfaatkan. (sm)