Sulitnya Menahan Alih Fungsi Lahan Pertanian, Insentif Pajak Dirasa Tidak Efektif

Sulitnya Menahan Alih Fungsi Lahan Pertanian, Insentif Pajak Dirasa Tidak Efektif

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA –  Upaya perlindungan terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) sepertinya masih berhadapan dengan banyak kendala. Pemberian insentif berupa keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB) pun dirasa tidak efektif.

Sulitnya menahan alih fungsi LP2B ini terungkap saat berlangsung Public Hearing Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan atas Perda Provinsi DIY Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Jumat (4/9/2020), di DPRD DIY.

Muncul usulan dari peserta public hearing di antaranya datang dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) agar  dicarikan solusi lain. Wujudnya bisa berupa insentif hasil panen. Artinya, dari setiap kilogram padi yang dipanen petani memperoleh tambahan Rp 1.000. Ini dipandang sebagai langkah yang riil.

Agus Sumartono selaku ketua pansus mengakui, sampai hari ini belum ada kabupaten/kota di DIY yang secara definitif by name by address menyebut pemilik lahan pertanian pangan yang tidak boleh dialihfungsikan.

Itu sebabnya, kata dia, alih fungsi lahan peluangnya lebih besar. Fakta di lapangan, pemerintah lebih banyak melakukannya.

“Kebanyakan alih fungsi lahan pelakunya pemerintah. Harus ada perhatian. Harus ada lahan pengganti. Bandara (YIA) itu juga harus ada penggantinya,” kata Gus Ton, panggilan akrabnya.

Sependapat, wakil ketua pansus Hanum Salsabiela menyampaikan perlunya kejelasan mengenai insentif bagi pemilik lahan maupun petani supaya mereka benar-benar sejahtera sehingga tidak menjual lahannya.

Nggak adil rasanya jika lahan dikunci sementara mereka tidak memperoleh insentif,” kata dia.

Nurcholis Suharman. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Anggota pansus Nurcholis Suharman sepakat raperda tersebut jika ditetapkan menjadi perda dan memiliki kekuatan hukum, maka keberadaannya harus mampu mengamankan stok pangan.

Artinya, harus tersedia lahan pertanian pangan yang sifatnya permanen tidak bisa diubah fungsinya. Konsekuensinya petani pemilik lahan mendapatkan insentif. “Insentif untuk petani harus diperhatikan  dan dikawal betul,” kata dia.

Nurcholis tidak ingin pemerintah saling lempar tanggung jawab. Program dari Pemda DIY maupun kabupaten/kota harus bisa sinkron.  “Tanpa kerja sama dan koordinasi yang baik, nanti lempar-lemparan tanggung jawab,” kata dia.

Selain itu, keberadaan rencana tata ruang wilayah (RTRW) juga harus dicermati. Alih fungsi lahan pertanian rata-rata pemantiknya aturan tersebut. Kabupaten/kota sebagai ujung tombak didorong  harus mampu mempertahankan lahan pertanian pangan berkelanjutan. (sol)