Tiga Pilar Menata Kawasan Malioboro

Tiga Pilar Menata Kawasan Malioboro

OLEH : Maryono

SAHABAT dan pengunjung dari luar kota, kerap bertanya dengan nada penuh penasaran : “Mengapa keragaman sosial, ekonomi, suku, agama, dan profesi, bisa hidup berdampingan, saling menghargai dan saling bantu di kawasan Malioboro?”. Mereka mengagumi, bagaimana di depan toko ada Pedagang Kaki Lima. Di trotoar depan dan samping gedung pemerintahan, Pedagang Kaki Lima diberi kesempatan mencari nafkah.

Sedapatnya kami menjelaskan bahwa ada tiga pilar utama sebagai sandaran dalam kehidupan dan menata kawasan Malioboro. Pertama, harmoni. Kedua, tahta untuk rakyat. Ketiga, mamayu hayuning bawana.

Harmoni adalah cara pandang dan sikap mengakui dan menghormati keberadaan orang lain. Sekaligus, adanya kesadaran saling melengkapi dan menyempurnakan antara satu dengan lainnya.

Hal ini seperti pertumbuhan pohon, yang tidak pernah mematahkan pohon lain. Seumpama air laut yang menguap karena panas. Kemudian dibawa awan jauh ke pegunungan. Nanti hujan menurunkannya ke bumi dan sungai mengembalikannya kelautan.

Begitu pula, laksana burung yang tidak pernah cemburu dengan ikan yang berenang di air. Sebaliknya, ikan tidak juga cemburu melihat burung terbang di angkasa. Bahkan, keduanya tidak iri melihat ayam mencari makan dengan riang di bawah pepohonan.

Sementara tahta untuk rakyat adalah komitmen pimpinan DIY mengabdikan seluruh kekuasaan yang digenggam untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Hal ini bersumber dari kesadaran sejarah, bahwa tahta yang diperoleh oleh Sultan dan berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta, merupakan hasil perjuangan bersama antara pimpinan dengan rakyat (golong gilig).

Terakhir, mamayu hayuning bawana adalah kesadaran, bahwa hidup kita seharusnya menjadi titian dan jembatan untuk memberi manfaat kepada semua orang. Bahkan, menjadi rahmat bagi semesta alam.

Oleh karena itu, tugas kita merawat ingatan, kesadaran, dan perbuatan terhadap 3 pilar kearifan. Sehingga penataan dan kemajuan kawasan Malioboro, tidak mengikis jati diri, sekaligus menghasilkan kemakmuran dan keteduhan. Substansi tujuan, keistimewaan kita pancangkan. ***

Penulis  Ketua Unit 37 KPPKLY