Tim Mitigasi IDI: Kematian Akibat Covid-19 Itu Nyata

Tim Mitigasi IDI: Kematian Akibat Covid-19 Itu Nyata

KORANBERNAS.ID, JAKARTA -- Tim Mitigasi IDI (Ikatan Dokter Indonesia) mengumumkan pembaruan data tenaga medis yang wafat akibat Covid-19, Sabtu (5/12/2020). Dari Maret hingga Desember 2020, terdapat total 342 petugas medis dan kesehatan yang wafat akibat terinfeksi Covid-19, terdiri dari 192 dokter, 14 dokter gigi, dan 136 perawat.

Para dokter yang wafat tersebut terdiri dari 101 dokter umum (4 guru besar), 89 dokter spesialis (7 guru besar), 2 residen yang keseluruhannya berasal dari 24 IDI Wilayah (provinsi) dan 85 IDI Cabang (Kota/Kabupaten).

Menurut Dr Eka Mulyana SpOT(K), MKes, SH, MHKes, dari Divisi Advokasi dan Hubungan Eksternal Tim Mitigasi PB IDI, meski masih ada yang menganggap bahwa Covid-19 adalah hoaks atau hasil konspirasi, namun kenyataannya virus ini benar-benar nyata dan telah memakan nyawa banyak orang dalam waktu yang cepat.

"Kami berharap apabila Anda termasuk orang yang tidak mempercayai adanya Covid-19, namun janganlah mengorbankan keselamatan orang lain dengan ketidakpercayaan tersebut. Tingginya lonjakan pasien Covid-19 serta angka kematian tenaga medis dan tenaga kesehatan menjadi peringatan kepada kita semua untuk tetap waspada dan mematuhi protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjauhi kerumunan,red),” katanya.

Dengan mengabaikan protokol kesehatan, lanjut Eka Mulyana, maka Anda tidak hanya mengorbankan keselamatan diri sendiri namun juga keluarga dan orang terdekat termasuk orang di sekitar. Pandemi ini akan berlalu dengan kerja sama seluruh pihak, termasuk Anda.

“Kami dari tim mitigasi PB IDI secara khusus juga mengingatkan kepada para teman sejawat tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk waspada dan tetap menjalankan SOP seperti dalam pedoman standar perlindungan dokter di saat melakukan pelayanan dan saat berada di keluarga dan komunitas,” ujarnya.

Sementara itu, dr Weny Rinawati SpPK MARS, anggota Tim Pedoman dan Protokol dari Tim Mitigasi PB IDI, mengingatkan para tenaga kesehatan agar tidak menurunkan kualitas APD yang dikenakan.

"Saat ini standar level APD yang wajib dikenakan oleh para tenaga kesehatan adalah level tertinggi, sesuai dengan risiko tempat melakukan pelayanan. Kami juga berharap agar pemerintah dan pengelola fasilitas kesehatan menyediakan APD yang layak bagi para tenaga kesehatan. Sementara itu bagi para tenaga kesehatan yang berpraktik secara pribadi sebaiknya tetap menggunakan APD level sesuai potensi risiko dalam menangani pasien,” katanya.

Harif Fadhilah S.Kp, SH, M.Kep, MH selaku Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menjelaskan, sekitar 75 persen perawat yang meninggal akibat Covid-19 umumnya bertugas di kamar rawat inap. Kemungkinan perawat tertular dari pasien sebelum hasil swab pasien keluar dari laboratorium atau Orang Tanpa Gejala (OTG).

“Kami menyadari bahwa para tenaga kesehatan dari berbagai divisi sudah kewalahan menangani lonjakan pasien Covid-19 dan hasil swab yang harus diperiksa. Oleh karena itu, kami juga berharap dukungan pemerintah dan pengelola fasilitas kesehatan untuk meningkatkan kualitas perlengkapan pemeriksaan kesehatan sehingga bisa diperoleh hasil yang lebih cepat untuk mengurangi angka penularan di fasilitas kesehatan, termasuk pemeriksaan rutin untuk para tenaga kesehatan,” ujarnya. (*)