TPST Piyungan Ditutup, Sampah di Sleman Meningkat 32,47 Persen

TPST Piyungan Ditutup, Sampah di Sleman Meningkat 32,47 Persen

KORANBERNAS.ID,SLEMAN--Penutupan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan ternyata juga berdampak pada pengelolaan sampah di Kabupaten Sleman. Namun demikian, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) masih mampu mengatasi penumpukan sampah di wilayah Sleman dengan mengoptimalkan depo-depo pengolahan sampah yang ada.

Kepala DLH Sleman, Epiphana Kristiyani kepada wartawan, Kamis (12/5/2022) mengungkapkan, pihaknya sempat kewalahan dengan adanya penutupan TPST Piyungan selama beberapa hari ini. Apalagi jumlah sampah dari masyarakat selama lebaran kemarin mengalami peningkatan.

“Pada hari-hari biasa, volume sampah dari masyarakat Sleman mencapai 700 ton, di mana sekitar 200 ton dibawa ke TPST Piyungan. Saat lebaran beberapa hari lalu, timbulan sampah bertambah menjadi 936,27 ton/hari. Sehingga terjadi peningkatan pembuangan sampah sekitar 32,47persen," kata Ephiphana.

Kenaikan timbulan sampah tersebut bersumber dari sektor pariwisata dan pemudik yang datang ke Sleman. Sementara TPST Piyungan justru ditutup sehingga DLH Sleman harus kerja keras untuk mengelola sampah agar tidak terjadi penumpukan.

Menurut Ephiphana, salah satu upaya yang dilakukan DLH Sleman adalah mengoptimalkan pengolahan sampah di depo-depo yang ada. Sampah-sampah dipilah mana yang organik bisa diolah menjadi kompos sedang yang anorganik dipisahkan untuk menjadi barang rongsokan yang bisa dijual.

Ephiphana juga mengaku DLH Sleman harus kerja keras untuk melakukan pemilahan ini karena volume sampah juga terus bertambah. Sehingga meski ada sampah yang belum terambil, namun tidak sampai menimbulkan penumpukan yang bisa mengganggu kesehatan.

“Kami akui pengambilan sampah ini tidak bisa maksimal. Meski kami sudah dapat informasi jika TPTS Piyungan sudah akan dibuka kembali.  Namun kami akan kerja keras sehingga tumpukan sampah tidak memicu masalah baru,” paparnya.

Terkait itu pula, Ephiphana meminta masyarakat agar lebih bijak untuk tidak membuang sampah sembarangan atau bahkan mengurangi sampahnya. Sampah organik lebih baik diolah sendiri menjadi kompos, sedang yang anorganik seperti produk plastik, kaleng atau kertas bisa dikumpulkan sementara dan dijual ke rongsokan.

"Kami terus melakukan edukasi ke masyarakat agar bisa memilah dan memilih sampah, dengan harapan volume sampah di Sleman tidak semakin bertambah banyak. Itu semua merupakan program jangka pendek yang saat ini terus kami gencarkan,” tuturnya.

Sementara untuk solusi jangka panjang, DLH Sleman terus mematangkan rencana pembangunan TPST di wilayah Sleman Barat di Minggir dan Sleman Timur di Kalasan. DLH sudah mengubah anggaran untuk pembangunan TPST tersebut dengan secepatnya mengurus semua perizinan.

“Mudah-mudahan tahun ini segera terbangun TPST tersebut sehingga Sleman tidak terlalu tergantung pada TPST Piyungan. Namun demikian kami juga minta masyarakat untuk terus berusaha mengurangi produksi sampah rumah tangga masing-masing,” pungkas Ephiphana. (*)