YIA Belum Berdampak Signifikan pada Sektor Pariwisata Kulonprogo

YIA Belum Berdampak Signifikan pada Sektor Pariwisata Kulonprogo

KORANBERNAS.ID, KULONPROGO – Kulonprogo, dalam tanda kutip, hanya ditempati bandara YIA (Yogyakarta International Airport) akan tetapi tidak mempunyai bandara tersebut.

Sekarang ini wisatawan dari bandara YIA langsung ke Yogyakarta menggunakan kereta bandara, tidak transit di Stasiun Kedundang ataupun Stasiun Wates.

Ini terungkap saat audiensi Pengurus BPC PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Kulonprogo di Kantor DPRD Kulonprogo, Kamis (2/2/2023).

Ketua Komisi IV DPRD Kulonprogo, Muhtarom Asrori,  mengakui YIA belum ber-impact pada kemajuan Kulonprogo khususnya sektor Pariwisata.

“Jika penumpang Bandara YIA tersebut transit di Stasiun Kedundang ataupun Wates maka perekonomian di sekitar stasiun tersebut akan bergeliat. Sektor jasa transportasi lokal maupun warung-warung kecil akan terimbas,”ungkap Muhtarom Asrori.

Politisi PAN (Partai Amanat Nasional) ini menjelaskan pihaknya mempunyai komitmen terhadap majunya pariwisata di Kulonprogo. Perlu sinergitas antara DPRD Kulonprogo selaku lembaga legislatif dengan PHRI, untuk mendorong pemangku kebijakan membuat skala prioritas program kerja di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

“Promosi wisata Kulonprogo akan lebih berdampaik maka PHRI harus siapkan video promosi yang akan ditampilkan di videotron depan Bandara YIA. Ini menjadi tugas Pemkab Kulonprogo untuk menganggarkannya,” jelas Muhtarom.

Ketua BPC PHRI Kulonprogo, Sumantoyo, mengatakan saat ini ada sekitar 189 Usaha Jasa Pariwisata (UJP) di Kabupaten Kulonprogo namun baru sekitar 60 yang tergabung di  BPC PHRI Kulonprogo.

“Ini menjadi tugas kami di PHRI Kulonprogo agar teman-teman UJP segera bergabung di PHRI. Harapan kami pemangku kebijakan ikut memberikan regulasi agar UJP dapat bergabung PHRI, sehingga pembangunan pariwisata di Kulonprogo akan semakin masif,” kata Mantoyo.

Dia menambahkan keberadaan YIA masih belum terasa pengaruh pada perekonomian usaha di sekitar bandara. Ini menjadi sebuah ironi di mana pengusaha lokal Kulonprogo belum optimal menangkap peluang.

“Kami senang dengan akan dibangunnya tol Jogja-bandara YIA namun risau karena exit tol berada tepat di depan bandara YIA sehingga apakah usaha hotel dan restoran di Kulonprogo akan tetap bisa mendapat pelanggan,” tambah Mantoyo.

Menurut dia, keberadaan destinasi di seputar bandara YIA (eks Pantai Glagah) perlu digarap serius oleh Pemkab Kulonprogo sebagai upaya menyiasati agar para pengguna tol tetap bisa “membelanjakan” uangnya di Kulonprogo.

“Harapannya destinasi tersebut dapat menjadi tujuan bukan hanya lewat saja.  Akan ada lima hotel bintang di Kulonprogo (Hotel Grand Dafam Signature, Hotel Cordia, dan Hotel Ibis, Hotel Novotel, Hotel Swiss Bell),” kata Mantoyo.

Saat ini, lanjut dia, Borobudur sebagai wisata super prioritas, harapannya hotel tersebut bisa tetap laku walaupun nanti tol sudah terbangun. “Kita juga dalam skala kecil perlu membuat skala prioritas untuk mengangkat destinasi wisata di sekitar Bandara YIA,” ungkapnya.

Disebutkan, retribusi Pantai Glagah menyumbang 60 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) terlebih juga menjadi salah satu obyek wisata unggulan Kulonprogo. “Perlu penataan mendasar dan baku untuk kepariwisataan di Glagah,” terang Mantoyo.

Sebagai Ketua PHRI Kulonprogo Mantoyo resah dengan adanya Perda larangan iklan rokok. hal ini sangat menghambat sponsorship usaha-usaha ataupun event-event yang ada di Kulonprogo. Pihaknya merekomendasikan untuk meninjau ulang Perda tersebut.

Wakil Ketua I DPRD Kulonprogo, Ponimin, mengatakan pihaknya mendorong agar Congot dapat menjadi sebuah destinasi wisata. Pemkab Kulonprogo akan membangun jalan dari Temon ke arah Glagah (anggaran sekitar Rp 5 miliar), dan Jombokan ke barat (sekitar Rp 4 miliar) akan segera dibangun.

“Menyikapi destinasi wisata, perlu melibatkan PHRI dan asosiasi-asosiasi terkait selain Dinas Pariwisata serta instansi lainnya. Idealnya pembangunan Pantai Glagah juga dimulai dari pintu gerbang, dilanjutkan penataan lainnya,” kata Ponimin.

Ponimin berharap tamu dari luar bisa menginap dan makan di Kulonprogo. “Bagaimana caranya bisa dapat rest area daerah di tol dekat bandara agar pengguna tol bisa membeli produk-produk Kulonprogo,” ucapnya.

DPRD akan siap membantu promosi. “Showroom UMKM perlu dikembangkan dengan dilengkapi fasilitas-fasilitas seperti area parkir, ada yang menjaga,”jelas Ponimin.

Dia menegaskan PHRI adalah mitra pemerintah daerah maka segala permasalahan di sektor pariwisata harus dilibatkan.

“Permasalahan di Pantai Glagah sulit diatasi walaupun sudah digempur dengan “uang” namun bangunan liar sekarang tumbuh lagi. Satpol PP perlu digerakkan lagi untuk ketegasan bangunan-bangunan di Kawasan terlarang,” tegas Ponimin.

Hadir dalam acara tersebut Wakil Ketua II DPRD Kulonprogo Lajiyo Yok Mulyono,  anggota Komisi IV Suharto, Ratna Purwaningsih, Agus Supriyanta, Jeni Widiatmoko.

Kemudian, Pengurus PHRI Kulonprogo Ridwan Sulaeman Primastika S, Sri Warningsih, Anung M, AM Widiyanti Putri, H Muh Mansyur, Wahyu Purnomo, Fungky Timur, Mangun Riyadi, Widya Weny Susanti. (*)